Standard Post

Banyak Pelajaran Berharga Dapat Dipetik dari Supersemar


Jakarta - BANYAK pelajaran berharga yang dipetik bangsa Indonesia dari sejarah keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) yang semasa Orde Baru (Orba) disakralkan.

"Hari ini sudah setengah abad kita mengingat momen Surat Perintah 11 Maret 1966 yang semasa Orde Baru disakralkan. Dari Supersemar kita banyak mengambil pelajaran berharga bagi kehidupan berbangsa," ujar Ketua Umum (Ketum) Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) H Abdul Muhaimin Iskandar di Jakarta, Jumat (11/3/2016).

Pelajaran pertama, kata Cak Imin sapaan akrab H Abdul Muhaimin Iskandar, betapa pentingnya menjaga dan menyimpan arsip secara baik dan rapi. Sebab, sampai kini keberadaan Supersemar tidak diketahui pasti.

"Ini kan artinya kita sangat lemah dan tertinggal dalam kerapian sistem administrasi pemerintahan kita. Mosok surat penting hilang?," katanya.

Kedua, ujar Cak Imin, harusnya penerima Supersemat bertanggung jawab atas keberadaan surat penting tersebut. "Hanya orang yang bersangkutan yang menerima sebuah surat, dokumen, yang bertanggung jawab atas keberadaan benda-benda itu. KTP, SIM, akte kelahiran, paspor dan ijazah atas nama kita sendiri, ya kita sendiri yang bertanggung jawab keselamatan dan keberadaannya," katanya.

Ia mengingatkan, siapa saja warga negara Indonesia (WNI) yang menyembunyikan dan menyimpan arsip negara seperti Supersemar bisa dihukum maksimum 10 thn sesuai Undang-undang (UU) Kearsipan 1971.

"Supersemar secara tektual tak memuat pengalihan kekuasaan, tapi justru dimitoskan sebagai lisensi konstitusional untuk mengambil kekuasaan," kata Cak Imin.

Pada akhirnya, kata Cak Imin, bangsa ini mengetahui bahwa pengalihan kekuasaan akibat Supersemar menjadi peralihan kekuasaan yang berdarah dan memakan korban nyawa ribuan.

"Jangan lagi ada pengalihan kepemimpinan nasional yang berdarah-darah. Cukup tahun 1966 dan 1998 yang menyedihkan," ujarnya.

Cak Imin bersyukur saat ini Indonesia memiliki sistem kepemimpinan yang baik. Dimana peralihan kepemimpinan dari era Presiden Habibie ke Presiden Gus Dur berjalan mulus. Begitu juga era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Alhamdulillah, kita kini punya sistem kepemimpinan yg baik. Dari Pak Habibie ke Gus Dur, dari Pak Susilo Bambang Yudhoyono ke Pak Jokowi. sama sekali gak gaduh!," tegasnya.

Makanya, tegas Cak Imin, jangan ada lagi Supersemar dalam sejarah bangsa Indonesia. Untuk itu pemberian kewenangan dan masa berlaku tugasnya harus diperjelas.

"Makanya, jangan ada Supersemar lagi dalam sejarah kita. Harus jelas yg diperintahkan, kewenangan yang diberikan dan masa berlaku tugasnya," tutup Cak Imin.