Standard Post

Legislator PKB Dorong Regulasi Upah Buruh Tak Bergantung UMR, Tapi Omzet Perusahaan


PKBNEWS - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh atau Ninik menyoroti fenomena perpindahan sejumlah perusahaan sepatu dari wilayah Tangerang ke daerah lain seperti Pekalongan. Perpindahan ini disebut-sebut dipicu oleh perbedaan signifikan Upah Minimum Regional (UMR) antarwilayah.

Menurut Ninik, jika alasan utama perpindahan tersebut semata-mata untuk menekan biaya tenaga kerja, maka hal itu sama saja dengan bentuk eksploitasi terhadap buruh.

“Kita tidak boleh membiarkan perusahaan besar menganggap buruh hanya sebagai angka dalam neraca biaya. Jika pindah hanya karena ingin membayar upah serendah mungkin, itu sudah masuk kategori eksploitasi, bukan efisiensi,” tegasnya di Jakarta, Jumat (31/10/2025).

Legislator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menekankan bahwa pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus lebih selektif dalam memberikan izin pendirian atau relokasi industri. Ia mengingatkan agar pemerintah tidak mudah terbuai oleh janji investasi besar jika pada akhirnya kesejahteraan pekerja justru terabaikan.

“Izin pendirian pabrik jangan hanya dilihat dari nominal investasi atau jumlah tenaga kerja yang diserap. Harus ditelusuri juga bagaimana komitmen perusahaan terhadap upah layak, jaminan sosial, dan kondisi kerja yang manusiawi,” ujar Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa sistem pengupahan di Indonesia tidak seharusnya hanya berpatokan pada besaran UMR daerah. Menurutnya, besaran upah ideal juga harus memperhitungkan omzet dan tingkat keuntungan perusahaan, terutama bagi korporasi besar atau produsen bermerk internasional.

“UMR memang acuan minimum, tapi bukan satu-satunya patokan. Perusahaan besar dengan omzet miliaran rupiah semestinya mampu memberi upah lebih baik. Jangan berlindung di balik UMR untuk menekan kesejahteraan buruh,” imbuhnya.

Ninik mendorong pemerintah, terutama Kementerian Ketenagakerjaan untuk memperkuat regulasi yang memastikan prinsip keadilan dan proporsionalitas dalam pengupahan, sehingga tidak ada lagi ruang bagi perusahaan untuk memanfaatkan kesenjangan antarwilayah demi menekan biaya produksi.

“Kita ingin Indonesia jadi tempat investasi yang berkeadilan. Bukan sekadar murah buruhnya, tapi kuat perlindungan manusianya,” pungkasnya.

Sebelumnya, sejumlah pabrik sepatu jenama internasional meninggalkan kawasan Kabupaten Tangerang, Banten berpindah ke wilayah dengan upah pekerja yang lebih rendah.

Perpindahan tersebut dilakukan oleh perusahaan untuk menyesuaikan biaya produksi, termasuk biaya tenaga kerja. Selain itu, hal ini berkenaan dengan pengembangan kawasan industri di berbagai daerah.